AKSI NYATA JUMPUT SAMPAH UNTUK WUJUDKAN BUDAYA POSITIF SEKOLAH

AKSI NYATA JUMPUT SAMPAH UNTUK WUJUDKAN BUDAYA POSITIF SEKOLAH

oleh : Wardayadi

Tujuan Pendidikan menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Guru disini sebagai penuntun dan pendidikan sebagai tuntunan, maksudnya tumbuhnya anak itu diluar kehendak kita sebagai guru namun anak akan tumbuh sesuai dengan kekuatan kodratnya, Guru hanya bisa menuntun tumbuhnya kekuatan kodrat tersebut. Keadaan tersebut bisa dianalogikan seperti petani dalam merawat tanaman. Pak Tani tidak bisa mengubah tanaman padi tumbuh menjadi tanaman jagung. Pak Tani hanya bisa menuntun tumbuhnya padi dengan memperbaiki kondisi tanah, merawat tanaman padi dari hama dan memberi pupuk serta air. Jadi guru disini ibaratnya sebagai petani yang mempunyai peranan penting dalam menjadikan tanaman tumbuh kembang menjadi subur agar berbuah lebat.

Sekolah, menurut ilustrasi di atas merupakan lingkungan tempat untuk menuntun tumbuh kembang murid sesuai kodratnya dalam rangka mencapai keselamatan dan kebahagian setinggi-tingginya. Guru harus mengusahakan lingkungan sekolah yang menyenangkan, nyaman, melindungi, dan berpihak pada murid. Kondisi lingkungan sekolah seperti itu merupakan lingkungan yang positif untuk terus diwujudkan. Sekolah juga tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat terutama budaya-budaya positif. Budaya sekolah merupakan nilai-nilai dan keyakinan baik yang terbentuk dalam jangka waktu yang lama, membutuhkan proses, semangat dan konsistensi dalam mewujudkannya. Budaya positif sekolah dapat diartikan sebagai nilia-nilai, keyakinan, ataupun kebiasaan baik di sekolah, yang diharapkan dapat memberikan iklim terwujudnya visi impian murid yaitu berprestasi dan berkarakter pancasila. Membiasakan berperilaku yang baik akan membentuk budaya positif di sekolah. Pembiasaan ini perlu aksi nyata yang dilakukan guru untuk memulai wujudkan budaya positif di sekolah. Untuk membentuk budaya positif perlu disepakati nilai-nilai kebajikan oleh semua warga sehingga menjadi kesepakatan kelas. Nilai-nilai kebajikan yang disepaki tersebut tentunya harus mengarah pada visi sekolah.

Guru dalam mewujudkan budaya positif disekolah maupun kelas mempunyai peran yang sangat penting. Guru dapat menentukan pendekatan atau setragi yang lebih efektif untuk wujudkan budaya positif tersebut. Guru memberikan contoh yang positif dalam hal perkataan, perbuatan dan berinteraksi dengan semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodo”. Guru memberikan motivasi positif dan mengontrol murid dalam bertindak dengan menerapkan “Ing Madyo Mangun Karso”. Dan “Tut Wuri Handayadi”, guru memberikan dorongan semangat untuk menjalankan nilai-nilai kebajikan. Peran penting guru disini harus diwujudkan dengan aksi nyata dalam menerapkan nilai-nilai kebajikan.

Aksi nyata yang dapat mendukung terwujudnya budaya positif dan memunculkan disiplin positif tentang nilai-nilai kebajikan perlu dilakukan oleh setiap guru. Penulis melakukan aksi nyata dengan “budaya jumput sampah” yang mempunyai nilai kebajikan tentang kebersihan. Ada dua alasan aksi nyata ini  saya laksanakan: a) Praktik budaya positif tentang peduli lingkungan bersih belum dilaksanakan secara maksimal di sekolah saya, b) mengingat kondisi lingkungan kelas/sekolah walaupun sudah tergolong bersih namun masih ada sampah-sampah yang berserakan dan warga sekolah masih merasa acuh tak acuh melihat sampah yang tidak pada tempatnya.

Tujuan dari aksi nyata budaya jumput sampah ini adalah mewujudkan kebersihan dan kenyamanan sekolah sebagai salah satu budaya positif yang mendukung terwujudnya lingkungan yang bersih, nyaman dan aman untuk belajar sehingga murid menjadi merdeka belajar. Indikator keberhasilan aksi nyata budaya jumput sampah ini ada 4 yakni: 1) warga sekolah menjalankan budaya jumput sampah, 2) kelas/sekolah menjadi bersih, 3) sampah terbuang sesuai tempatnya masing-masing, 4) adanya dokumentasi berupa foto ataupun observasi.

Pelaksanaan aksi nyata budaya jumput sampah ini perlu dukungan dari sekolah. Dukungan yang dibutuhkan yaitu pihak yang dibutuhkan dan alat yang dibutuhkan. Pihak dukungan yang dibutuhkan yaitu dari kepala sekolah, teman sejawat, tenaga karyawan, tenaga kebersihan dan siswa. Alat yang dibutuhkan antara lain: tong sampah, engkrak sampah, penjepit sampah, maker, kaos tangan dan kantong plastik. Dengan dukungan tersebut harapannya aksi nyata ini akan berhasil dijalankan dengan baik.

Linimasa tindakan aksi nyata budaya jumput sampah dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

  1. Perencanaan Aksi Nyata Budaya Jumput Sampah.
  2. Koordinasi dengan Kepala Sekolah.
  3. Sosialisasi Program Aksi Nyata Budaya Jumput Sampah.
  4. Pembuatan Kesepakatan Kelas.
  5. Pelaksanaan dan Monitoring Aksi Nyata Budaya Jumput Sampah
  6. Seminar Aksi Nyata.
  7. Pembuatan Laporan.
  8. Refleksi Aksi Nyata Budaya Jumput Sampah.

Linimasa tersebut dimulai pada minggu ke 3 bulan Oktober 2021 sampai dengan minggu ke 3 bulan Nopember 2021.

Perencanaan aksi nyata budaya jumput sampah dilaksanakan pada bulan Oktober minggu ke 3. Dalam perencanaan ini kegiatan yang dilaksanakan diantaranya melakukan observasi dengan mengamati kebersihan lingkungan sekolah. Hasil dari observasi tersebut dijadikan dasar dalam menentukan jenis aksi nyata dan perencanaan program. Menyusun perencanaan aksi nyata selesai kemudian melakukan konsultasi dengan kepala sekolah. Konsultasi ini dilakukan pada minggu ke tiga bulan Oktober 2021 bertujuan untuk meminta masukan dan dukungan sebelum aksi nyata dilaksanakan.

Tahap selanjutnya yaitu sosialisasi program pada minggu keempat bulan Oktober 2021. Sosialisasi diberikan kepada siswa, guru dan karyawan. Kegiatan ini dilakukan supaya semua warga sekolah mengetahui adanya program budaya jumput sampah. Kesepakatan kelas dan sekolah  perlu diadakan setelah sosialisasi program. Pada tahap kesepakatan ini diadakan diskusi kelas untuk menyepakati nilai-nilai kebaikan yang ada pada budaya jumput sampah. Kesepakatan kelas/sekolah diperoleh keputusan: 1) siswa sepakat melakukan jumput sampah bila melihat sampah berserakan di dalam kelas/halaman kelas, 2) murid akan selalu membuang sampah pada tempatnya sesuai pemilahannya, 3) konsekuensi membuang sampah sembarangan diberikan teguran dengan sopan dan disuruh mengambil sampah kembali untuk dibuang di tempat sampah sesuai pemilahannya.

Khusus konsekuensi dalam kesepakatan kelas, penerapannya perlu menggunakan teori posisi kontrol guru dan restitusi. Guru dalam mengontrol pelanggaran yang dilakukan murid harus memposisikan diri sebagai manajer minimal sebagai pemantau, jangan sebagai teman atau membuat rasa bersalah atau penghukum. Jika murid ketahuan melanggar kesepakatan kelas diatasi dengan menerapkan restitusi. Restitusi sebuah cara menanamkan disiplin positif pada murid. Menurut Gossen restitusi adalah kondisioning murid untuk perbaiki kesalahan sehingga karakternya menjadi kuat. Restitusi juga merupakan proses kolaborasi mengajarkan murid mencari solusi untuk memecahkan masalah. Segitiga restitusi merupakan proses tahapan bagi murid untuk melakukan restitusi. Setiap tahap/langkah berdasarkan prinsip penting Teori Kontrol. Ketiga langkah tersebut adalah 1) Menstabilkan Identitas, prinsip teori kontrol pada langkah ini melakukan hal baik yang bisa kita lakukan. 2) Validasi tindakan yang salah, prinsip teori kontrol pada langkah ini adalah semua perilaku memiliki alasan. 3) Menanyakan keyakinan, prinsip teori kontrol pada langkah ini kita semua memiliki motivasi internal.

Tahap pelaksanaan dan monitoring aksi nyata dilakukan pada minggu ke 1 dan 2 bulan Nopember. Aksi nyata budaya jumput sampah ini melibatkan semua warga sekolah. Siswa selama berada disekolahan kalau melihat sampah yang ada dilingkungan halaman kelas dan dalam kelas langsung menjumput untuk dibuang ke bak sampah yang sudah disediakan sesuai pemilahannya. Guru juga memberikan teladan dengan ikut aksi jumput sampah di lingkungan sekolah. Dengan keteladanan guru, siswa akan tergerak mengikuti budaya jumput sampah tanpa harus di suruh. Program aksi nyata ini pelaksanaannya juga dimonitoring oleh kepala sekolah untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dan efektifitas program dalam mendukung visi sekolah terkaitan peduli lingkungan.

Tahap seminar aksi nyata ini dilakukan untuk mendapat masukan, saran, kritik dari teman sejawat dan kepala sekolah terkait dengan pelaksanaannya. Seminar ini dilaksanakan pada minggu ke dua bulan Nopember 2021 dihadiri oleh kepala sekolah dan teman sejawat. Dalam seminar ada beberapa teman sejawat memberikan pertanyaan dan saran. Saran yang diberikan diantaranya program aksi nyata jumput sampah ini perlu diadakan tindak lanjut terkait daur ulang sampah. Sedangkan pertanyaan yang muncul diantaranya mengapa budaya kebersihan ini lebih berhasil pada istansi swasta dibandingkan dengan instansi negeri. Seminar diakhiri dengan melakukan refleksi yang menghasilakan umpan balik terkait peserta belum paham tentang restitusi dan peserta sudah paham tentang maksud dan tujuan anksi nyata budaya jumput sampah. Tahap pelaporan dilakukan untuk wujud pertanggungjawaban dan mendokumentasikan suatu program kerja. Pelaporan ini dipakai juga bisa dipakai untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan program tindak lanjut. Selanjutnya pada tahap refleksi ini dirasa selama dua minggu itu ternyata belum cukup untuk membiasakan apalagi membudayakan warga sekolah untuk berperilaku jumput sampah dengan kesadaran dari diri sendiri. Program ini harus terus menerus dilaksanakan supaya warga sekolah menjadi terbiasa lama-lama menjadi budaya jumput sampah tercapai. Program ini juga terlaksana sesuai rencana sehingga memberikan dampak terhadap peningkatan kebersihan kelas dan halaman kelas. Mewujudkan budaya positif dalam rangka mencapai visi memang perlu perjuangan, semangat, dan konsisten serta perlu merubah paradigma. Penting kiranya dimulai dengan langkah aksi nyata perubahan walau sekecil apapun. Alangkah indahnya bila masing-masing guru melakukan aksi nyata yang terprogram demi mewujudkan budaya positif di sekolah sehingga murid menjadi nyaman aman dalam belajar.

Tinggalkan komentar