KONEKSI ANTAR MATERI PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

KONEKSI ANTAR MATERI

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Oleh : Wardayadi CGP Angkatan 3 SMA N 1 Bambanglipuro

Pendahuluan

Program Guru Penggerak (PGP) merupakan salah satu program unggulan yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait kebijakan merdeka belajar. Tujuan Program Guru Penggerak (PGP) ini adalah untuk meningkatkan kompetensi kepemimpinan dan kependidikan guru sehingga mampu menghasilkan profil guru penggerak yang mampu mewujudkan murid yang mempunyai profil pelajar pancasila. Guru setelah mengikuti program ini diharapkan memiliki profil guru penggerak sebagai berikut: 1) mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi, dan kolaborasi; 2) memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik; 3) merencanakan, menjalankan, merefleksikan, dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan melibatkan orang tua; 4) mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi satuan pendidikan yang mengoptimalkan proses belajar peserta didik yang berpihak pada peserta didik dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar satuan pendidikan; dan 5) berkolaborasi dengan orang tua peserta didik dan komunitas untuk pengembangan satuan pendidikan dan kepemimpinan pembelajaran.

Guru yang sudah mempunyai profil sebagai guru penggerak diharapkan mempu untuk mewujudkan muridnya menjadi pelajar yang mempunyai profil pelajar pancasila. Adapun profil pelajar pancasila yaitu perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Patrap Triloka Ki Hajar Dewantara dalam Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran.

Patrap Triloka menurut Ki Hajar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tutwuri Hndayani, yang artinya di depan memberi teladan di tengah membangun motivasi di belakang memberikan dukungan. Sebagai guru hendapkanya didepan menjadi teladan karakter nilai-nilai kebajikan bagi muridnya misalnaya, kedisiplinan, kejujuran, sopan santun, belajar sepanjang hayat. Pada saat di tengah, guru mampu memberikan motivasi terhadap muridnya, baik motivasi ekstrinsik maupun motivasi instrisik (mativasi dari dalam). Di belakang guru mampu memberikan dukungan dalam hal murid meraih cita-cita yang diinginkan.

Guru sebagai pemeimpin pembelajar tentunya dalam pengambilan keputusan pembelajaran harus berpegang pada filosofi KHD patrap triloka. Guru dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya menjadi teladan bagi muridnya dalam hal konsistensi menjunjung tinggi nilai-nilai kebajikan sehingga murid akan mengikuti apa yang diputuskannya. Keputusan yang diambil guru juga mampu menunjukan etika yang benar dan tepat sehingga murid juga mampu menerapkan etika dalam proses pembelajaran dan di lingkungannya. Selain itu guru dalam pengambilan keputusan juga mampu mendorong murid untuk belajar pengambilan keputusan dalam rangka mengatasi permasalahan yang mereka hadapi baik dalam belajar maupun dalam kehidupan sehari-hari. Proses pengambilan keputusan guru sebagai pemimpin pembelajaran ini hendaknya memberikan inspirasi bagi murid. Murid akan terampil juga dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada 4 paradigma etika, 9 langkah pengambilan keputusan dan 3 prinsip pengambilan keputusan.

Pengaruh Nilai-Nilai dalam Pengambilan Keputusan

Sekolahan merupakan lingkungan belajar yang harus diupayakan menjadi sebuah lingkungan yang ramah anak sehingga mampu membuat murid lebih nyaman belajar dalam menggapai cita-citanya. Lingkungan sekolah yang nyaman akan terwujud bila budaya positif dapat diterapkan. Budaya positif yang dijalankan tentunya akan menerapkan nilai-nilai kebaikan yang universal dan dijunjung tinggi. Nilai kebajikan yang diterapkan di lingkungan sekolah diantaranya kedisiplinan, kejujuran, sopan santun, toleransi, keadilan, kebersamaan, menjaga kebersihan dan lain-lain.

Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang efektif hendaknya mampu merefleksikan nilai-nilai kebajikan yang sudah dijalankan dan dijunjung tinggi dalam lingkungan sekolahnya. Pengambilan keputusan di lingkungan pendidikan terkadang memunculkan dilema etika, kita dituntut untuk memilih antara benar dan benar sehingga memunculkan rasa bingung dalam memilihnya. Sebagai acuan biasanya ada 4 kategori paradigma dilema etika yaitu: 1) Individu lawan masyarakat (individual vs community), 2) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), 3) Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 4) Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term). Suatu situasi yang perlu pengambilan keputusan biasanya bisa mengandung 1 atau lebih unsur dilama di atas. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu memilih salah satu keputusan. Keputusan yang dipilih tentunya keputusan yang efektif yang mampu merefleksikan nilai kebajikan yang dijunjung tinggi di sekolahannya. Keputusannya juga berdampak baik dan tentunya harus berpihak pada murid serta sesuai visi sekolah.

Coaching dalam Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan yang efektif dalam dunia pendidikan tentunya sangat sulit diterapkan, namun sesulit apapun tetap harus diupayakan denga baik. Pengambilan keputusan yang efektif merupakan sebuah ketrampilan yang perlu dilatih dan dipelajari secara rutin. Model belajar pengambilan keputusan di dunia pendidikan yang cocok dengan model choaching. Choac adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999)

Coaching yang dilakukan oleh fasilitator, pengajar praktik maupun rekan sejawat dalam belajar pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dilakukan dengan mempraktikan dalam study kasus. Choaching dilakukan dengan memakai suatu study kasus, guru diminta untuk menganalisa kasus tersebut berlandasan 4 paradigma dilema etika, 9 langkah pengambilan keputusan dan 3 prinsip pengambilan keputusan. Fasilitator memberikan bimbingan dan memeksplorasi potensi yang dimiliki oleh guru untuk bekal dalam menganalisa suatu kasus dilema. Teman sejawat berperan sebagai kolaborator masukan dalam proses pengambilan keputusan.

Adanya choaching ini memberikan tambahan ketrampilan bagi guru dalam praktik pengambilan keputusan di sekolah masing-masing. Guru sebelum menentukan keputusan tentunya akan menggali berbagai informasi yang di peroleh dari murid dan teman sejawat sehingga keputusannya menjadi lebih efektif dan tepat serta berpihak pada murid. Sehingga keputusan yang diambil mampu menuntun murid dalam mewujudkan merdeka belajar.

Aspek Sosial Emosional dalam Pengambilan Keputusan

Pembelajaran sosial emosional mementingkan percapaian belajar yang berkarakter atau berbudi pekerti. Kompetensi karakter yang akan dicapai adalah: 1) kompetensi kesadaran diri, 2) kompetensi pengelolaan diri, 3) kompetensi sosial, 4) kompetensi ketrampilan relasi, 5) kompetensi pengembilan keputusan yang bertanggung jawab. Guru dalam proses pembelajaran dan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mewujudkan 5 kompetensi tersebut. Pengambilan keputusan yang dimaksud disini adalah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan aspek sosial emosional yang mempunyai 5 kompetensi.

Pengambilan keputusan yang meempetimbangkan aspek sosial emosional tentunya merupakan keputusan yang sudah dilakukan dengan kesadaran penuh, pengelolaan situasi, sudah mempertimbangkan dampak sosial, sudah dikomunikasikan dengan baik, dan sudah mengetahui resiko yang muncul setelah keputusan diambil dan keputusan dapat dipertanggungjawabkan. Keputusan yang diambil ini tetunya akan membawa dampak positif pada situasi pembelajaran di lingkungan sekolah sehingga keputusan yang diambil mendorong tercapainya suatu visi sekolah.

Pengaruh Studi Kasus Moral dan Etika terhadap Nilai-Nilai Pendidik

Guru dalam pengambilan keputusan tentunya akan mencerminkan nilai-nilai kebajikan yang dimiliki dan dijunjung tinggi di lingkungan tempat mengajar. Dalam studi kasus memberikan dilema etika/nilai antara benar dan benar sehingga sebagai guru diharapkan mampu melih salah satu keputusan bahkan mampu memunculkan keputusan yang diluar dugaan yang paling tepat sesuai kondisi nilai-nilai di lingkungan pendidikan. Jadi dengan adanya studi kasis dalam modul ini memberikan tambahan wawasan terhadap guru dalam pengambilan keputusan. Memang pada awalnya sebelum mempelajari modul ini biasanya keputusan yang diambil kebanyakan dilandaskan pada intuisi saja.

Dampak Pengambilan Keputusan yang Tepat

Pengambilan keputusan yang sebelumnya sudah dianalisis dengan cermat dan mempertimbangkan berbagai aspek tentunya akan menjadi sebuah keputusan yang tepat dan efektif. Analisa yang dilakukan yaitu dengan memperhatikan apakah bujukan moral atau dilema etika. Bila bujukan moral tentunya sangat mudah untuk mengambil keputusan karena disitu hanya mengandung nilai benar dan salah, sehingga keputusannya pasti memilih yang benar. Namun bila dihadapkan dilema nilai yang mengandung benar lawan benar tentunya menjadi sulit untuk memilih. Maka sebelum menentukan pilihan sebagai pengambilan keputusan diperlukan analisis situasi kasus yang dihadapi dengan cara mengidentifikasi paradigma dilema etika kemudian menganalisis dengan 9 langkah pengambilan keputusan dan menetukan prinsip apa yang dijadikan dasar pengambilan keputusan.

Apabila pengambilan keputusan sudah sesuai dengan tahapan analisa diatas dan melalui pengujian dilakukan secara lengkap, maka keputusan yang diambil tidak akan beresiko, keputusan yang diambil akan menghasilkan keefektifitasan yang dilihat melalui adanya dukungan dan penerimaan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, hal tersebut akan berdampak pada kondisi lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Kesulitan yang Muncul di Lingkungan Sekolah

Kesulitan yang muncul saat pengambilan keputusan terutama dalam menentukan pilihan dilema etika. Karena hal ini berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan yang dianut. Dalam memutuskan suatu kasus, akan dijumpai pertentangan pemilihan paradigma dilema etika karena adanya perbedaan nilai-nilai kebajikan yang di anut. Kendala lainnya yakni adanya perbedaan nilai-nilai kebajikan yang dianut sehingga menghasilkan keputusan dengan paradigma dilema etika yang berbeda. Hal ini akan berlanjut pada berbedanya pandangan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan. Kondisi tersebut tidak terlepas dari masalah perubahan paradigma di lingkungan dimana kasus terjadi.

Pengambilan Keputusan dan Merdeka Belajar

Pengambilan keputusan dalam pembelajaran akan mempengaruhi terhadap proses pembelajaran diterapkan. Apabila guru telah memutuskan dan memilih pembelajaran yang berdiferensiasi, tentunya proses pembelajaran sudah mendasarkan pada kebutuhan murid yang sifatnya mempunya kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Proses pembelajaran yang demikian itu telah memerdekaan murid. Saat guru memutuskan untuk menggunakan game atau ice breaking pun berarti guru tersebut telah memilih memerdekakan murid dengan cara membahagiakan peserta didik melalui pembelajaran yang mennyenangkan. Kondisi proses pembelajaran tersebut merupakan proses pembelajaran yang Merdeka Belajar

Pengambilan Keputusan dan Masa Depan Murid

Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus memahamid dengan baik paradigma pengambilan keputusan, salah satunya seperti paradigma jangka panjang versus jangka pendek. Ketika dihadapkan dalam sebuah kasus, maka penting bagi seorang pendidik untuk mengkaji secara mendalam apakah keputusan yang diambil untuk peserta didiknya dapat mempengaruhi masa depan muridnya. Apabila dala mengambil keputusan tidak diperhitungkan dampak jangka panjang, ini akan berpengaruh terhadap masa depan anak. Misalkan pada kasus yang ada pada modul 3.1 terkait kasus seorang siswa yang terancam tidak lulus apabila guru yang mengetahui siswa tersebut mencontek dan melaporkan kejadian tersebut kepada kepala sekolah, padahal siswa yang bersangkutan telah mendapatkan beasiswa perguruan tinggi dalam bidang seni. Apabila keputusan yang diambil salah, maka ini akan berpengaruh terhadap masa depan siswa yang bersangkutan.

Kesimpulan Akhir

Secara umum, pengambilan keputusan yang dipelajari dalam modul 3.1 ini perlu dilakukan dengan teliti serta dalam kondisi dengan kesadaran penuh. Kemampuan mengelola emosi dan sosial sangat berpengaruh terhadap keputusan yang diambil. Dalam menjalankan proses pengujian keputusan yang diambil dapat didukung melalui kegiatan coaching agar penelusuran potensi atau informasi yang digali bisa di dapatkan dengan maksimal. Melalui kegiatan coaching, akan dapat dihasilkan analisis dan pengujian yang lebih mendalam. Segala bentuk keputusan yang diambil, sebagai pemimpin pembelajaran harus di dasarkan pada filosofi pendidikan yakni menuntun seluruh kodrat alam dan kodrat zaman agar peserta didik dapat menggapai kebahagiaan dan keselamatannya. Apabila keputusan yang diambil telah sesuai dengan filosofi tersebut, maka keputusan tersebut telah berpihak pada murid. Keputusan yang diambil dapat memerdekakan murid dengan tetap pada batasan yang jelas.

Tinggalkan komentar